Apakah Anda ingat kondisi perekonomian Indonesia pada masa Orde Baru? Krisis terjadi di mana-mana akibat inflasi. Tapi, sebenarnya, apa itu inflasi? Dan pernahkah Anda mendengar tentang temannya yang bernama deflasi? Di sini, kita akan kupas tuntas bedanya inflasi dan deflasi.
Inflasi
Inflasi adalah ukuran kuantitatif seberapa cepat harga barang dalam suatu perekonomian meningkat. Hal ini dapat terjadi ketika barang dan jasa memiliki permintaan tinggi, sehingga menyebabkan penurunan ketersediaan (pasokan) dan kenaikan harga. Inflasi terkadang disebut sebagai terlalu banyak dolar yang mengejar terlalu sedikit barang.
Pasokan dapat menurun karena berbagai alasan. Misalnya, bencana alam dapat memusnahkan panen pangan, ledakan perumahan dapat menghabiskan persediaan bangunan, atau permintaan agregat dapat membanjiri inventaris. Apa pun alasannya, konsumen bersedia membayar lebih untuk barang yang mereka inginkan, yang menyebabkan produsen dan penyedia layanan mengenakan biaya lebih tinggi.
Ukuran inflasi yang paling umum adalah tingkat kenaikan indeks harga konsumen (IHK) . IHK adalah sekumpulan barang secara teoritis, termasuk barang dan jasa konsumen, perawatan medis, dan biaya transportasi. Pemerintah melacak harga barang dan jasa dalam sekumpulan barang dan jasa tersebut untuk memperoleh pemahaman tentang daya beli dolar AS.
Deflasi
Sama seperti inflasi yang tidak terkendali itu buruk, penurunan harga yang tidak terkendali dapat menyebabkan spiral deflasi yang merusak. Situasi ini biasanya terjadi selama periode krisis ekonomi, seperti resesi atau depresi , karena output ekonomi melambat dan permintaan untuk investasi dan konsumsi mengering. Hal ini dapat menyebabkan penurunan harga aset secara keseluruhan karena produsen dipaksa melikuidasi inventaris yang tidak lagi ingin dibeli orang.
Konsumen dan pelaku bisnis sama-sama mulai menahan cadangan uang likuid untuk melindungi diri dari kerugian finansial lebih lanjut. Semakin banyak uang yang ditabung, semakin sedikit uang yang dibelanjakan, yang selanjutnya akan menurunkan permintaan agregat.
Pada titik ini, ekspektasi masyarakat terhadap inflasi di masa mendatang juga menurun dan mereka mulai menimbun uang. Konsumen tidak lagi punya insentif untuk membelanjakan uang hari ini, padahal mereka dapat berharap bahwa uang mereka akan memiliki daya beli lebih besar di masa mendatang.
Deflasi berbeda dengan disinflasi , yang merupakan penurunan tingkat inflasi positif dari periode ke periode.
Apakah Inflasi Selalu Buruk?
Tidak, tidak selalu. Inflasi yang terkendali dan moderat biasanya tidak akan mengganggu pengeluaran konsumen. Inflasi menjadi masalah ketika kenaikan harga sangat besar dan menghambat kegiatan ekonomi.
Dampak dari Deflasi
Permintaan yang menurun dan pengeluaran yang lebih sedikit dapat menyebabkan harga semakin rendah dan memperlambat ekonomi. Deflasi ini dapat memaksa perusahaan untuk menghentikan perekrutan atau memberhentikan pekerja. Upah juga dapat menurun.
Kesimpulan
Sebagian besar bank sentral dunia menargetkan tingkat inflasi yang moderat, sekitar 2%–3% per tahun. Tingkat inflasi yang lebih tinggi dapat membahayakan perekonomian karena menyebabkan harga barang naik terlalu cepat, terkadang melebihi kenaikan upah.
Dengan alasan yang sama, deflasi juga bisa menjadi berita buruk bagi perekonomian. Orang mungkin menimbun uang tunai alih-alih membelanjakannya atau menginvestasikannya karena mereka berharap harga akan segera turun.Nah, itulah bedanya inflasi dan deflasi. Semoga pembahasan ini dapat membantu Anda.